UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan
suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan
Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia
Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah
Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang
seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju
yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta
merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas
kekuatannya sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang
ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan
dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan
meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk
memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan
industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum
yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang
Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat
(2), dan Pasal 33 Undang -Undang Dasar 1945;
2. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang
Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3037);
6. Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang - Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia
(Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN
BAB I
KETENTUAN UMUM

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Perindustrian adalah tatanan dan segala kegiatan yang
bertalian dengan kegiatan industri.
2. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan
mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang
dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri.
3. Kelompok industri adalah bagian-bagian utama kegiatan
industri, yakni kelompok industri hulu atau juga disebut kelompok industri
dasar, kelompok industri hilir, dan kelompok industri kecil.
4. Cabang industri adalah bagian suatu kelompok industri
yang mempunyai ciri umum yang sama dalam proses produksi.
5. Jenis industri adalah bagian suatu cabang industri
yang mempunyai ciri khusus yang sama
dan/atau hasilnya bersifat akhir dalam proses produksi.
6. Bidang usaha industri adalah lapangan kegiatan yang
bersangkutan dengan cabang industri atau jenis industri.
7. Perusahaan industri adalah badan usaha yang melakukan
kegiatan di bidang usaha industri.
8. Bahan mentah adalah semua bahan yang didapat dari
sumber daya alam dan/atau yang diperoleh dari usaha manusia untuk dimanfaatkan
lebih lanjut.
9. Bahan baku industri adalah bahan mentah yang diolah
atau tidak diolah yang dapat dimanfaatkan sebagai sarana produksi dalam
industri.
10. Barang setengah jadi adalah bahan mentah atau bahan
baku yang telah mengalami satu atau beberapa tahap proses industri yang dapat diproses
lebih lanjut menjadi barang jadi.
11. Barang jadi adalah barang hasil industri yang sudah
siap pakai untuk konsumsi akhir ataupun siap pakai sebagai alat produksi.
12. Teknologi industri adalah cara pada proses pengolahan
yang diterapkan dalam industri.
13. Teknologi yang tepat guna adalah teknologi yang tepat
dan berguna bagi suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah.
14. Rancang bangun industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perencanaan pendirian industri/pabrik secara keseluruhan
atau bagian-bagiannya.
15. Perekayasaan industri adalah kegiatan industri yang
berhubungan dengan perancangan dan pembuatan mesin/peralatan pabrik dan
peralatan industri lainnya.
16. Standar industri adalah ketentuan-ketentuan terhadap
hasil produksi industri yang di satu segi menyangkut bentuk, ukuran, komposisi,
mutu, dan lain-lain serta di segi lain menyangkut cara mengolah, cara
menggambar, cara menguji dan lain-lain.
17. Standardisasi industri adalah penyeragaman dan
penerapan dari standar industri.
18. Tatanan industri adalah tertib susunan dan pengaturan
dalam arti seluas-luasnya bagi industri.
BAB II
LANDASAN DAN TUJUAN PEMBANGUNAN INDUSTRI

Pembangunan industri berlandaskan demokrasi ekonomi,
kepercayaan pada kemampuan dan kekuatan
diri sendiri, manfaat, dan kelestarian lingkungan hidup.

Pembangunan industri bertujuan untuk:
1. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau
hasil budi daya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian
lingkungan hidup;
2. meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap,
mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih
seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas
bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi
pertumbuhan industri pada khususnya;
3. meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong
terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap
kemampuan dunia usaha nasional;
4. meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan
golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam
pembangunan industri;
5. memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan
kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6. meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan
ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa
melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi
ketergantungan kepada luar negeri;
7. mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang
menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8. menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang
dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.
BAB III
PEMBANGUNAN INDUSTRI

(1) Cabang industri yang penting dan strategis bagi negara
dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Pemerintah menetapkan bidang usaha industri yang masuk
dalam kelompok industri kecil, termasuk industri yang menggunakan keterampilan
tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat diusahakan hanya oleh
Warga Negara Republik Indonesia.
(2) Pemerintah menetapkan jenis-jenis industri yang khusus
dicadangkan bagi kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat
pengusaha dari golongan ekonomi lemah.
(3) Ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Pemerintah menetapkan bidang usaha industri untuk
penanaman modal, baik modal dalam negeri maupun modal asing.
BAB IV
PENGATURAN, PEMBINAAN, DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI

Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan terhadap industri, untuk:
1. mewujudkan perkembangan industri yang lebih baik,
secara sehat dan berhasil guna;
2. mengembangkan persaingan yang baik dan sehat serta
mencegah persaingan yang tidak jujur;
3. mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu
kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang merugikan masyarakat.

Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan bidang usaha industri secara seimbang, terpadu, dan terarah untuk
memperkokoh struktur industri nasional pada setiap tahap perkembangan industri.

Pengaturan dan pembinaan bidang usaha industri
dilakukan dengan memperhatikan :
1. Penyebaran dan pemerataan pembangunan industri dengan
memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan mempergunakan proses industri
dan teknologi yang tepat guna untuk dapat tumbuh dan berkembang atas kemampuan
dan kekuatan sendiri;
2. Penciptaan iklim yang sehat bagi pertumbuhan industri
dan pencegahan persaingan yang tidak jujur antara perusahaan-perusahaan yang
melakukan kegiatan industri, agar dapat dihindarkan pemusatan atau penguasaan
industri oleh satu kelompok atau perorangan dalam bentuk monopoli yang
merugikan masyarakat;
3. Perlindungan yang wajar bagi industri dalam negeri
terhadap kegiatan-kegiatan industri dan perdagangan luar negeri yang
bertentangan dengan kepentingan nasional pada umumnya serta kepentingan
perkembangan industri dalam negeri pada khususnya;
4. Pencegahan timbulnya kerusakan dan pencemaran terhadap
lingkungan hidup, serta pengamanan terhadap keseimbangan dan kelestarian sumber
daya alam.

Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan bagi :
1. keterkaitan antara bidang-bidang usaha industri untuk
meningkatkan nilai tambah serta sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan
produksi nasional;
2. keterkaitan antara bidang usaha industri dengan
sektor-sektor bidang ekonomi lainnya yang dapat meningkatkan nilai tambah serta
sumbangan yang lebih besar bagi pertumbuhan produksi nasional;
3. pertumbuhan industri melalui prakarsa, peran serta,
dan swadaya masyarakat.

Pemerintah melakukan pembinaan terhadap
perusahaan-perusahaan industri dalam menyelenggarakan kerja sama yang saling menguntungkan,
dan mengusahakan peningkatan serta pengembangan kerja sama tersebut.

Untuk mendorong pengembangan cabang-cabang industri
dan jenis-jenis industri tertentu di dalam negeri, Pemerintah dapat memberikan
kemudahan dan/atau perlindungan yang diperlukan.
BAB V
IZIN USAHA INDUSTRI

(1) Setiap pendirian perusahaan industri baru maupun
setiap perluasannya wajib memperoleh Izin Usaha Industri.
(2) Pemberian Izin Usaha Industri terkait dengan
pengaturan, pembinaan, dan
pengembangan industri.
(3) Kewajiban memperoleh Izin Usaha lndustri dapat dikecualikan
bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(4) Ketentuan mengenai perizinan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya
berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib menyampaikan informal
industri secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya kepada
Pemerintah.
(2) Kewajiban untuk menyampaikan informal industri dapat
dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok industri kecil.
(3) Ketentuan tentang bentuk, isi, dan tata cara penyampaian
informal industri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.

(1) Sesuai dengan Izin Usaha Industri yang diperolehnya
berdasarkan Pasal 13 ayat (1), perusahaan industri wajib melaksanakan upaya
yang menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksinya
termasuk pengangkutannya.
(2) Pemerintah mengadakan pembinaan berupa bimbingan dan
penyuluhan, mengenai pelaksanaan upaya yang menyangkut keamanan dan keselamatan
alat, proses serta hasil produksi industri termasuk pengangkutannya.
(3) Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian yang
menyangkut keamanan dan keselamatan alat, proses serta hasil produksi industri
termasuk pengangkutannya.
(4) Tata cara penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
TEKNOLOGI INDUSTRI, DESAIN PRODUK INDUSTRI, RANCANG
BANGUN DANPEREKAYASAAN INDUSTRI, DAN STANDARDISASI

(1) Dalam menjalankan dan/atau mengembangkan bidang usaha
industri, perusahaan industri menggunakan dan menciptakan teknologi industri
yang tepat guna dengan memanfaatkan perangkat yang tersedia dan telah
dikembangkan di dalam negeri.
(2) Apabila perangkat teknologi industri yang diperlukan
tidak tersedia atau tidak cukup tersedia di dalam negeri, Pemerintah membantu
pemilihan perangkat teknologi industri dari luar negeri yang diperlukan dan
mengatur pengalihannya ke dalam negeri.
(3) Pemilihan dan pengalihan teknologi industri dari luar
negeri yang bersifat strategis dan diperlukan bagi pengembangan industri di
dalam negeri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Desain produk industri mendapat perlindungan hukum
yang ketentuan-ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pemerintah mendorong pengembangan kemampuan rancang
bangun dan perekayasaan industri.

Pemerintah menetapkan standar untuk bahan baku dan
barang hasil industri dengan tujuan untuk menjamin mutu hasil industri serta
untuk mencapai daya guna produksi.
BAB VII
WILAYAH INDUSTRI

(1) Pemerintah dapat menetapkan wilayah - wilayah pusat
pertumbuhan industri serta lokasi bagi pembangunan industri sesuai dengan tujuannya
dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VIII
INDUSTRI DALAM HUBUNGANNYA DENGAN SUMBER DAYA ALAM DAN
LINGKUNGAN HIDUP

(1) Perusahaan industri wajib melaksanakan upaya
keseimbangan dan kelestarian sumber daya alam serta pencegahan timbulnya
kerusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri
yang dilakukannya.
(2) Pemerintah mengadakan pengaturan dan pembinaan berupa
bimbingan dan penyuluhan mengenai pelaksanaan pencegahan kerusakan dan
penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan hidup akibat kegiatan industri.
(3) Kewajiban melaksanakan upaya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dikecualikan bagi jenis industri tertentu dalam kelompok
industri kecil.
BAB IX
PENYERAHAN KEWENANGAN DAN URUSAN TENTANG INDUSTRI

Penyerahan kewenangan tentang pengaturan,pembinaan, dan pengembangan
terhadap industri, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Penyerahan urusan dan penarikannya kembali mengenai bidang usaha industri
tertentu dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah dalam rangka
pelaksanaan pembangunan daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggung jawab,dilakukan
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB X
KETENTUAN PIDANA

(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan
Pasal 14 ayat (1) dipidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman
tambahan pencabutan Izin Usaha Industrinya.
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan Pasal
14 ayat (1) dipidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan hukuman tambahan pencabutan Izin Usaha
Industrinya.

Barang siapa dengan sengaja tanpa hak melakukan
peniruan desain produk industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dipidana
penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah).

Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, dipidana
penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) dengan hukuman tambahan dicabut
Izin Usaha Industrinya.

(1) Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
dipidana penjara selama - lamanya 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda sebanyak-banyaknya
Rp100.000.000,- (seratus juta rupiah).
(2) Barang siapa karena kelalaiannya melakukan perbuatan
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana
kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun dan/atau denda sebanyak - banyaknya
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(1), Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 ayat (1) adalah kejahatan.
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(2), dan Pasal 27 ayat (2) adalah pelanggaran.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, semua
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perindustrian yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini tetap berlaku selama belum ditetapkan
penggantinya berdasarkan Undang-Undang ini.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 30
Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini,
Bedrijfsreglementerings-ordonnantie 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86) dinyatakan
tidak berlaku lagi bagi industri.

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang - Undang
ini diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Juni 1984
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SOEHARTO
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal 29 Juni 1984
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
SUDHARMONO, S.H.
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1984 NOMOR 22
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.bnn.go.id/portal/_uploads/perundangan/2006/08/25/perindustrian-ok.pdf
0 komentar:
Posting Komentar